Jumat, 25 Januari 2008

To Pak Purwo

Assalamu'alaikum...
Pak, maaf ternyata kemarin blogger yang kemarin ga bisa log in, katanya emailnya ga' terdaftar. padahal blognya uda jadi... so ini sy buat blog baru lagi dengan alamt email yang baru juga...
Terimakasih
Wassalam...

DAMPAK KENAIKAN TARIF DASAR LISTRIK

DAMPAK KENAIKAN TARIF DASAR LISTRIK
TERHADAP KONSUMSI LISTRIK DAN PENDAPATAN MASYARAKAT

Oleh:
Makmun dan Abdurahman2


I. Latar Belakang Masalah
Listrik dapat dikategorikan sebagai barang publik mendekati kategori barang privat yang disediakan pemerintah (publicly provided private goods)3 yang berkorelasi langsung dengan Pasal 33 UUD. Dengan demikian campur tangan pemerintah misalnya untuk mendorong proses produksi dan distribusi yang lebih merata, mutlak diperlukan. Campur tangan ini terutama pada usaha-usaha agar listrik dapat dinikmati oleh masyarakat secara luas, dengan harga yang terjangkau seperti listrik masuk desa4. Campur tangan pemerintah berkaitan erat dengan hal-hal yang langsung berkorelasi dengan kepentingan kesejahteraan rakyat banyak.
Salah satu bentuk campur tangan pemerintah yang berkaitan dengan masalah kelistrikan adalah dalam bentuk kebijakan menaikkan Tarif Dasar Listrik (TDL). Bentuk campur tangan pemerintah, yang sebenarnya menjadi pilihan yang tak enak ini, di mata masyarakat selalu dianggap tidak popular. Untuk itu tak mengherankan setiap ada kebijakan kenaikan TDL selalu saja menimbulkan protes bagi masyarakat, utamanya sejak dilanda krisis pada pertengahan 1997 yang lalu. Masyarakat menganggap bahwa pemerintah dalam mengeluarkan kebijakan kenaikan TDL tidak pernah memperhatikan kondisi pereko-nomian rakyat yang masih terhempas oleh krisis ekonomi. Di sisi lain bagi pemerintah dan PLN, kenaikan TDL hanya merupakan salah satu dari agenda restrukturisasi di sektor ketenagalistrikan. Masih banyak agenda lain yang menanti, seperti restruk-turisasi PLN dan rasionalisasi utang yang dipastikan bermasalah di masa mendatang dan akan memperpanjang narasi buram kekalahan kepentingan publik5.
Hasil analisis yang dilakukan oleh Nanan Tribuana6 menunjukkan bahwa efek kenaikan TDL terhadap kemakmuran adalah relatif kecil. Kenaikan TDL sebesar 30 prosen akan menyebabkan penurunan kemakmuran (penurunan terhadap surplus konsumen) sebesar 0,3 prosen dari belanja bulanan rumah tangga. Kalangan rumah tangga yang paling miskin tidaklah mempunyai kemampuan untuk menikmati listrik; suatu rumah tangga haruslah cukup makmur untuk dapat membayar biaya penyambungan sebesar Rp 200.000 pada tahap awal.
Sejalan dengan latar belakang di atas, tulisan ini akan difokuskan pemba-hasannya pada bagaimana dampak kenaikan TDL terhadap berbagai sektor kegiatan ekonomi, khususnya terhadap rumah tangga lapisan bawah, yaitu pelanggan listrik PLN dengan daya 450 VA.

II. Metode Analisis
Metode analisis yang digunakan adalah metode descriptive analysis dan metode analisa dampak menggunakan data SAM (Social accounting Matrix). Metode yang kedua ini merupakan pengembangan dari metode analisa dampak dengan meng-gunakan Input Output. SAM di Indonesia lebih dikenal dengan Sistem Neraca Sosial Ekonomi (SNSE). Metode ini pada dasarnya digunakan untuk melihat dampak perubahan pada suatu kebijakan dalam hal ini sebagai variabel eksogen terhadap aktifitas ekonomi dan distribusi pendapatan masyarakat.
Metode descriptive analysis digu-nakan untuk menjelaskan hubungan antara tringkat pendapatan dan pola belanja kon-sumen listrik bersubsidi, pola konsumsi listrik, tingkat kesadaran akan penghematan listrik, dan kemungkinan penetrasi pelaratan hemat listrik.
SAM merupakan suatu kerangka data yang disusun dalam bentuk matrik yang merangkum berbagai variabel ekonomi dan sosial secara kompak dan terintegrasi sehingga dapat memberikan gambaran umum mengenai perekonomian suatu negara (wilayah) dan keterkaitan antar variabel-variabel ekonomi dan sosial pada suatu kurun waktu tertentu. SAM juga merupakan suatu sistem akuntansi dimana variabel-variabel ekonomi dan sosial disusun dalam bentuk neraca-neraca yang mempunyai sisi debet dan sisi kredit dan kedua sisi tersebut selalu berada dalam keadaan seimbang (balance).
Dengan menggunakan SAM, kinerja ekonomi dan sosial suatu negara atau propinsi, seperti Produk Domestik Bruto (PDB) pada tingkat nasional atau Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) pada tingkat regional, termasuk masalah-masalah distribusi pendapatan, baik distribusi penda-patan rumah tangga maupun distribusi pendapatan faktorial, dan juga pola penge-luaran rumah tangga, dapat ditelaah.

2.1 Dasar Pemikiran Pembentukan SAM
Titik awal penyusunan kerang-ka SAM dalam menjelaskan hubungan ekonomi dan sosial masyarakat dimulai dari kenyataan bahwa masyarakat mempunyai kebutuhan dasar (basic needs and wants) yang harus dipenuhi melalui pembelian sejumlah komoditas. Total permintaan efektif terhadap paket komoditas tersebut kemudian dipenuhi oleh sektor-sektor produksi yang menghasilkan berbagai output atau produk. Untuk dapat meng-hasilkan output tersebut, sektor produksi membu-tuhkan faktor-faktor produksi, seperti tenaga kerja, modal dan sebagainya. Permintaan turunan (derived demand) terhadap faktor produksi tenaga kerja memberikan balas jasa berupa upah dan gaji; sedangkan terhadap faktor produksi modal memberikan balas jasa berupa keuntungan, dividen, bunga, sewa rumah, dan sebagainya (disebut juga sebagai pendapatan kapital). Distribusi pen-dapatan yang diterima masing-masing faktor produksi dan dirinci menurut sektor ekonomi yang menghasilkan disebut sebagai distribusi pendapatan faktorial. Jumlah upah dan gaji ditambah dengan pendapatan kapital akan menghasilkan nilai tambah (value added); dan total nilai tambah tersebut dikenal sebagai PDB atau PDRB.
Kemudian, pendapatan faktorial di-terima oleh berbagai aktor-aktor ekonomi, seperti rumah tangga, perusahaan, dan pemerintah. Pendapatan faktorial yang dite-rima oleh rumah tangga akan memberikan kontribusi bagi pendapatan rumah tangga; dan ini akan menimbulkan distribusi pendapatan rumah tangga.
Rumah tangga yang memiliki faktor-faktor produksi yang relatif banyak akan menerima pendapatan yang lebih besar dari pada mereka yang memiliki faktor-faktor produksi yang relatif sedikit. Pendapatan yang diterima oleh masing-masing aktor ekonomi, seperti rumah tangga dibelanjakan sesuai dengan kebutuhan-kebutuhan mereka; sedangkan sisanya ditabung untuk maksud pembentukan modal atau investasi. Bagi rumah tangga, hal ini menimbulkan apa yang disebut sebagai pola pengeluaran rumah tangga, yang mem-berikan gambaran mengenai pengeluaran rumah tangga menurut berbagai komoditas dan tabungan. Secara diagram, sistem modular SAM yang menghubungkan masalah-masalah ekonomi dan sosial dalam masyarakat disajikan oleh gambar 1.
Gambar 1
Diagram Sistem Modular SAM




Kebutuhan Dasar


Pengeluaran Rumah tangga



Distribusi Pendapatan Rumah tangga
Permintaan Akhir
Investasi

Konsumsi Pemerintah
Pemerintah
Ekspor, Impor, dan Neraca Pembayaran



PDB dan Distribusi Pendapatan

Kegiatan Produksi



Oleh karena itu, dalam kerangka SAM terdapat 3 tahap mapping untuk dapat membedakan proses-proses:
a. Struktur produksi;
b. Distribusi nilai tambah yang dihasilkan oleh sektor produksi (distribusi penda-patan faktorial); dan
c. Pendapatan, konsumsi, tabungan, dan investasi (distribusi pendapatan dan pengeluaran rumah tangga).
Dengan perkataan lain, SAM dibentuk dengan maksud, paling tidak, agar dapat menggambarkan keterkaitan ketiga proses tersebut.

2.2 Bentuk dan Arti Kerangka SAM
Kerangka dasar pembentukan SAM adalah berbentuk matrik dengan ukuran 4x4. Bentuk dasar tersebut dapat dilihat pada tabel 1. Lajur ke samping (menurut baris) menunjukkan penerimaan; sedangkan lajur ke bawah (menurut kolom) menunjukkan pengeluaran. Dalam kerangka SAM terdapat 4 neraca utama, yaitu:
a. Neraca faktor produksi;
b. Neraca institusi;
c. Neraca sektor produksi; dan
d. Neraca lainnya (rest of the world).
Masing masing neraca tersebut menempati lajur baris dan lajur kolom. Perpotongan antara suatu neraca dengan neraca yang lainnya memberikan arti tersendiri. Tabel 1 memberikan arti secara singkat mengenai masing-masing perpo-tongan tersebut.

Tabel 1
Arti Hubungan Antar Neraca Dalam Kerangka SAM

Penerimaan Þ
Pengeluaran
ß
Faktor Produksi
Institusi
Sektor produksi
Neraca lainnya
Total
Faktor Produksi
0
0
Alokasi Nilai Tambah ke Faktor Produksi
Pendapatan Faktor Produksi dari Luar Negeri
Distribusi Pendapatan Faktorial
Institusi
Alokasi Pendapatan Faktor Produksi ke Institusi
Transfer Antar Institusi
0
Transfer dari Luar Negeri
Distribusi Pendapatan Institusi
Sektor Produksi
0
Permintaan Akhir
Permintaan Antara
Ekspor dan Investasi
Total Output

Lanjutan Tabel 1
Arti Hubungan Antar Neraca Dalam Kerangka SAM

Neraca lainnya
Alokasi Pendapatan Faktor Produksi ke Luar Negeri
Tabungan
Impor, Pajak Tidak Langsung Neto
Transfer dan Neraca lainnya
Total Penerimaan Lainnya
Total
Distribusi Pengeluaran Faktorial
Distribusi Pengeluaran Institusi
Total input
Total Pengeluaran Lainnya



2.3 Kinerja Ekonomi, Distribusi Pendapatan, dan Ketenaga kerjaan dalam SAM
Kerangka SAM dapat digunakan sebagai kerangka data yang menjelaskan mengenai:
a. Kinerja pembangunan ekonomi suatu negara, seperti Produk Domestik Bruto (PDB) pada tingkat nasional atau Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) pada tingkat regional/propinsi, konsumsi, tabungan, dsb;
b. Distribusi pendapatan faktorial, yaitu distribusi pendapatan yang diterima oleh faktor-faktor produksi tenaga kerja dan modal;
c. Distribusi pendapatan rumah tangga yang dirinci menurut berbagai golongan rumah tangga;
d. Pola pengeluaran rumah tangga (household expenditure pattern);
e. Distribusi tenaga kerja menurut sektor atau lapangan usaha dimana mereka bekerja termasuk distribusi pendapatan tenaga kerja yang mereka peroleh sebagai balas jasa tenaga kerja yang mereka sumbangkan.

Disamping itu, SAM juga merupakan suatu sistem kerangka data yang dapat digunakan sebagai dasar pembuatan suatu model ekonomi dan juga sebagai dasar analisis, baik untuk analisis partial (partial equilibrium) maupun analisis keseimbangan umum (general equilibrium) dalam mela-kukan analisis kebijakan.

2.4 Klasifikasi
Klasifikasi SAM terdiri 38 transaksi seperti tabel klasifikasi dibawah ini.

Tabel 2. Klasifikasi SAM (38x38)

I. Faktor Produksi
Tenaga Kerja
TK. Pertanian
1
TK. Buruh Kasar
2
TK. Tata usaha jasa
3
Tk. Menajerial, profesional
4
Modal
Modal
5



II. Institusi
Rumah tangga buruh tani
6
Rumah tangga pengusaha
7
Rumah tangga golongan bawah
8
Rumah tangga golongan atas
9
Perusahaan
10
Pemerintah
11












III. Sektor Produksi

Pertanian tanaman pangan
12
Pertanian tanaman lainnya
13
Peternakan dan hasil-hasilnya
14
Kehutanan dan perburuan
15
Perikanan
16
Pertambangan batubara, biji logam dan migas
17
Pertambangan dan penggalian lainnya
18
Industri makanan, minuman dan tembakau
19
Industri pemintalan, tekstil, pakaian dan kulit
20
Industri kayu dan barang-barang dari kayu
21
Ind. kertas, percetakan, mesin, logam dan ind. lainnya
22
Ind. kimia, pupuk, semen, keramik dan logam dasar
23
Listrik
24
Gas dan Air
25
Konstruksi
26
Perdagangan, jasa angkutan dan pergudangan
27
Restoran
28
Hotel
29
Angkutan darat
30
Angkutan Udara, angkutan air dan komunikasi
31
Bank dan asuransi
32
Real estate dan jasa perusahaan
33
Pemerintahan, js. sosial kemasyarakatan dan rekreasi
34
Jasa perorangan dan jasa rumah tangga
35
Lanjutan Tabel 2
Klasifikasi SAM (38x38)


IV. Neraca lainnya
Neraca kapital
36
Pajak tidak langsung minus subsidi
37
Luar negeri
38




2.5 Analisis Dampak (Multiplier Analysis) SAM
2.5.1 Persamaan Analisis Dampak (Multiplier Analysis) SAM
Dari kerangka SAM dapat dicari besaran pengeluaran rata-rata (average expenditure propensity) yang nantinya dimanfaatkan untuk menyusun kerangka matrik analisis accounting multiplier. Besaran ini dapat dicari dengan membagi masing-masing isian (entry) dari setiap neraca terhadap nilai total keseluruhan. Yaitu:
Aij = Tij tj-1
di mana
Aij = kecenderungan pengeluaran rata-rata (average expenditure propensity) baris ke-I, kolom ke-j
Tij = neraca baris ke-I; kolom ke-j
tj-1 = total kolom ke-j

Dengan menggunakan persamaan diatas, maka tabel 1 dapat dituliskan dalam bentuk matrik sebagai berikut:

t1

0 0 A1.3

t1

X1
t2
=
A2.1 A2.2 0

t2
+
X2
t3

0 A3.2 A3.3

t3

X3
t44

0 A4.2 A4.3



X4

Dengan Xi merupakan vektor dari matrik T1.4 untuk masing-masing i = 1, 2, 3, 4. Karena Ai.j merupakan suatu matrik dengan unsur-unsurnya yang konstan, maka persamaan matrik tersebut dapat dituliskan sebagai :
T1

0 0 A1.3

t1

X1
T2
=
A2.1 A2.2 0

t2
+
X2
T3

0 A3.2 A3.3

t3

X3

dan t4 = A4.2 t2 + A4.3 t3 + X4
Dari persamaan matrik diatas dapat dilihat bahwa nilai t4 dapat dicari bila t2 dan t3 diketahui. Neraca t4 merupakan neraca eksogen dalam kerangka SAM.
Persamaan matrik diatas dapat ditulis dalam notasi matrik sebagai:
t = At + X
sehingga
t = (I – A)-1 X
atau
t = Ma X
dimana
Ma = (I-A)-1 = pengganda neraca (accounting multiplier)
Model tersebut menjelaskan bahwa perubahan neraca eksogen (X) akan menye-babkan perubahan terhadap neraca endogen (t) sebesar (I-A)-1 .
Analisis accounting multiplier (atau disebut juga sebagai analisis pengganda neraca) ingin memperlihatkan keterkaitan sektor-sektor ekonomi suatu wilayah sebagai bagian dari analisis ekonomi dan mampu memberikan informasi mengenai pemerataan pendapatan dan kesempatan kerja kepada masyarakat sebagai bagian dari analisis sosial.
Sebelum model pengganda neraca diaplikasikan, perlu dilakukan penyesuaian terhadap kerangka SAM. Tindakan penye-suaian tersebut adalah mengenai penetapan neraca-neraca eksogen dalam kerangka dan implikasinya terhadap bentuk kerangka SAM dalam usaha memperoleh penganda neraca. Yang dianggap sebagai neraca-neraca eksogen dalam model pengganda neraca adalah:
a Neraca pemerintah
b Neraca kapital
c Neraca pajak tidak langsung neto, dan
d Neraca luar negeri (luar wilayah).
Sehingga perubahan dalam pereko-nomian dapat dipengaruhi oleh kebijakan penerimaan yang diambil dari ke empat neraca tersebut, baik yang berupa pengeluaran pemerintah, investasi, pene-tapan pajak, subsidi dan kebijakan luar negeri.

2.5.2 Tahapan Penghitungan Dampak
Langkah pertama yang dilakukan dalam analisis ini adalah melihat dampak liberalisasi harga listrik yang dikonsumsi oleh rumah tangga golongan bawah menyebabkan income riil rumah tangga golongan bawah berkurang. Persamaan yang digunakan adalah;

t = Ma X

Dengan asumsi pendapatan rumah tangga secara nominal tetap maka perubahan hasil penghitungan lebih mencerminkan kemampuan jumlah barang dan jasa yang dibeli berkurang, yaitu dengan membagikan t hasil penghitungan dengan nilai sebelum injeksi. Kemudian, dengan menggunakan persamaan yang sama, hasil perubahan income riil rumah tangga golongan bawah ini dijadikan sebagai pengali untuk mengetahui dampak akhir terhadap perekonomian.

III. Analisis Data
3.1 Gambaran Tingkat Konsumsi Listrik Berdasarkan Susenas 1996 – 2002
Untuk mendapatkan gambaran umum mengenai tingkat konsumsi listrik oleh rumah tangga secara nasional diper-gunakan data hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) tahun 1996, 1999 dan 20027 yang dilakukan oleh Badan Pusat Statistik (BPS).

3.1.1 Tingkat Pendapatan dan Pengeluaran Rumah Tangga
Berdasarkan hasil Susenas tersebut, besaran pendapatan rumah tangga mengalami peningkatan yang cukup signifikan. Rata-rata pendapatan per tahun rumah tangga yang tinggal di perkotaan dalam periode 1996-2002 meningkat dari Rp.5.679.423 menjadi Rp.17.937.455 atau rata-rata naik 35,97% per tahun. Sementara itu, pendapatan per tahun masyarakat yang tinggal di pedesaan dalam periode yang sama meningkat lebih tinggi dibandingkan rumah tangga yang tinggal di perkotaan, yakni dari Rp.2.933.907 menjadi Rp.9.001.511 atau rata-rata naik 49,47% per tahun (lihat Tabel 3).
Dari sisi lain, tingkat pengeluaran rumah tangga berdasarkan Susenas dari tahun ke tahun mengalami peningkatan yang cukup signifikan. Pada tahun 1999 tingkat pengeluaran rumah tangga meningkat hampir dua kali lipat dibandingkan tahun 1996. Peningkatan yang cukup drastis ini kemungkinan disebabkan naiknya harga barang-barang kebutuhan hidup sebagai akibat badai krisis ekonomi yang melanda Indonesia sejak pertengahan 1997. Pada tahun 1996 rumah tangga masih mampu melakukan saving, namun pada tahun 1999 rumah tangga pada umumnya mengalami deficit. Hal ini dapat dilihat dari per-bandingan antara tingkat pendapatan dengan tingkat pengeluaran rumah tangga.
Dari tabel 4 nampak bahwa pada tahun 1999 rata-rata pengeluaran rumah tangga di perkotaan mencapai Rp10.485.989 dengan tingkat penghasilan rata-rata sebesar Rp10.069.700 dan untuk rumah tangga di pedesaan tingkat pengeluaran rata-rata mencapai Rp6.019.739 dengan tingkat pendapatan rata-rata sebesar Rp5.997.470. Sejalan dengan proses perbaikan ekonomi, rata-rata tingkat pendapatan rumah tangga dalam tahun 2002 mengalami peningkatan yang cukup signifikan, sementara itu peningkatan tingkat konsumsi dapat dikendalikan, sehingga rumah tangga mampu melakukan saving kembali.

Tabel 3
Rata-rata Pendapatan Rumah Tangga Per Tahun Berdasarkan Susenas 1996, 1999 dan 2002

Tempat Tinggal
Rata-rata Pendapatan Per Tahun
1996
1999
2002
Jawa
- Perkotaan
- Pedesaan
- Kota & Desa

5.975.192
2.698.617
4.079.484

9.934.380
5.199.450
7.304.520

18.201.480
8.067.162
13.731.505
Luar Jawa
- Perkotaan
- Pedesaan
- Kota & Desa

5.412.531
3.113.272
3.989.164

10.207.920
6.644.520
8.028.960

17.465.768
9.682.303
12.334.340
Indonesia
- Perkotaan
- Pedesaan
- Kota & Desa

5.679.423
2.933.907
4.029.739

10.069.700
5.997.470
7.687.280

17.937.455
9.001.511
13.062.711
Sumber: Susenas 1996, 1999 dan 2002, BPS


Tabel 4
Rata-rata Pengeluaran Rumah Tangga Per Tahun Berdasarkan Susenas 1996, 1999 dan 2002

Tempat Tinggal
Rata-rata Pengeluaran Per Tahun
1996
1999
2002
Jawa
- Perkotaan
- Pedesaan
- Kota & Desa

5.811.796
2.660.489
3.890.751

10.281.040
5.247.605
7.417.012

15.374.740
6.719.318
11.557.066
Luar Jawa
- Perkotaan
- Pedesaan
- Kota & Desa

5.703.147
3.102.499
3.999.293

10.818.821
6.911.649
8.279.685

13.448.545
7.748.805
9.690.982
Indonesia
- Perkotaan
- Pedesaan
- Kota & Desa

5.759.152
2.896.131
3.946.710

10.485.989
6.019.739
7.788.969

14.683.444
7.314.869
10.663.795
Sumber: Susenas 1996, 1999 dan 2002, BPS


Susenas membedakan pengeluaran rumah tangga menjadi dua kategori, yaitu pengeluaran untuk makanan dan non makanan. Berdasarkan kategori ini nampak bahwa porsi pengeluaran makanan pada tahun 1999 mengalami peningkatan dari 53,7% menjadi 59,03%, namun pada tahun 2002 porsinya turun kembali menjadi 56,65%. Peningkatan porsi pengeluaran untuk makanan pada tahun 1999 ini lebih disebabkan dampak dari krisis. Krisis telah menyebabkan harga bahan kebutuhan hidup khususnya makanan meningkat tajam. Sementara itu kebutuhan untuk non makanan bagi sebagian besar rumah tangga bukan merupakan kebutuhan primer sehingga dapat ditunda pembelanjaannya.

3.1.2 Tingkat Konsumsi Listrik Rumah Tangga
Konsumsi listrik yang dila-kukan oleh rumah tangga pada periode 1999-2002 menunjukkan adanya peningkatan yang cukup signifikan8. Rata-rata konsumsi listrik rumah tangga di perkotaan pada tahun 1999 mencapai 1.281 Kwh dan pada tahun 2002 meningkat menjadi 1.642,51 Kwh. Sedang-kan untuk rumah tangga di pedesaan pada tahun 1999 tercatat sebesar 561 Kwh dan pada tahun 2002 meningkat menjadi 649,68 Kwh. Peningkatan konsumsi listrik ini sejalan dengan meningkatnya panda-patan masyarakat. Semakin tinggi pendapatan masyarakat, tingkat konsumsi non makanan seperti hiburan (TV, tape, VCD dll) juga meningkat. Peningkatan kebutuhan ini berkorelasi positif dengan peningkatan konsumsi listrik.
Dari sisi rupiah yang dikeluarkan untuk konsumsi listrik, hasil Susenas menunjukkan bahwa rata-rata pengeluaran untuk konsumsi listrik pada rumah tangga di perkotaan pada tahun 1996 mencapai Rp.150.905 atau 2,42% dari total penge-luaran rumah tangga. Sedangkan untuk rumah tangga di pedesaan rata-rata mencapai Rp.66.776 atau 2,43% dari total pengeluaran rumah tangga.
Pada tahun 2002 pengeluaran untuk konsumsi listrik pada rumah tangga di perkotaan meningkat menjadi Rp.392.302,31 atau 2,65% dari total pengeluaran rumah tangga. Sedangkan untuk rumah tangga di pedesaan rata-rata men-capai Rp.157.017,47 atau 2,21% dari total pengeluaran rumah tangga (Tabel 5).


Tabel 5
Rata-rata Pengeluaran untuk Listrik Pada Rumah Tangga Per Tahun Berdasarkan Susenas 1996, 1999 dan 2002

Tempat Tinggal
Rata-rata Pengeluaran untuk Listrik Per Tahun
1996
1999
2002
Jawa
- Perkotaan
- Pedesaan
- Kota & Desa

166.077
65.262
114.390

218.183
85.422
147.001

418.449
148.516
303.274
Luar Jawa
- Perkotaan
- Pedesaan
- Kota & Desa

136.240
68.686
106.083

187.276
93.631
139.949

343.022
166.730
245.865
Indonesia
- Perkotaan
- Pedesaan
- Kota & Desa

150.905
66.776
110.430

203.199
89.149
143.695

392.302
157.017
280.085
Sumber: Susenas 1996, 1999 dan 2002, BPS

Dalam Susenas 2002 konsumen listrik PT. PLN dibedakan menjadi lima9 kelas, sesuai dengan fokus penelitian, maka dalam pembahasan hasil Susenas hanya difokuskan pada rumah tangga pelanggan listrik PT.PLN dengan daya 450 VA. Tingkat konsumsi listrik pada rumah tangga dengan daya 450 VA tidak menunjukkan adanya perbedaan antara rumah tangga di Jawa dan luar Jawa. Namun demikian rata-rata konsumsi listrik untuk rumah tangga di pedesaan dan perkotaan pada level lebih dari 60 Kwh menunjukkan adanya perbedaan yang cukup signifikan. Rata-rata konsumsi listrik pada level lebih dari 60 Kwh pada rumah tangga di perkotaan cenderung lebih besar dibandingkan dengan rumah tangga di pedesaan (lihat tabel 6).




Hal ini disebabkan rumah tangga di perkotaan pada umumnya mengkonsumsi listrik bukan hanya untuk penerangan saja, tetapi juga dipergunakan untuk non penerangan seperti setrika, kulkas, tape recorder dan TV. Untuk rumah tangga di pedesaan konsumsi listrik pada umumnya hanya untuk penerangan, sedangkan kon-sumsi listrik untuk non penerangan pada umumnya hanya terbatas untuk hiburan seperti TV dan tape recorder.
Nampak dari tabel 6 pada level di bawah 30 Kwh rata-rata konsumsi listrik adalah berkisar antara 19 sampai dengan 20 Kwh. Untuk level 30 sampai dengan 60 Kwh rata-rata konsumsi listrik adalah berkisar antara 43 sampai dengan 45 Kwh. Sedangkan untuk level lebih dari 60 Kwh rata-rata konsumsi listrik pada rumah tangga di perkotaan adalah 133 Kwh dan untuk rumah tangga di pedesaan 99 Kwh.

Tabel 6 Rata-rata Konsumsi Listrik Pada Rumah Tangga Per Bulan
Dengan Daya 450 VA

Tempat Tinggal
Rata-rata Konsumsi Listrik Per Tahun (Kwh)
< 30 Kwh
30 – 60 Kwh
> 60 Kwh
Jawa
- Perkotaan
- Pedesaan
- Kota & Desa

20
20
20

45
44
44

139
98
125
Luar Jawa
- Perkotaan
- Pedesaan
- Kota & Desa

20
19
19

45
43
43

119
99
110
Indonesia
- Perkotaan
- Pedesaan
- Kota & Desa

20
19
19

45
43
44

133
99
120
Sumber: Susenas 2002, BPS

3.1.3 Elastisitas Konsumsi Listrik
Elastisitas konsumsi listrik di-bedakan menjadi dua, yaitu elastisitas pen-dapatan terhadap peng-gunaan listrik dan elastisitas panda-patan terhadap pengeluaran listrik. Elastisitas pendapatan terhadap peng-gunaan listrik menggambarkan perubahan penggunaan listrik sebagai dampak dari perubahan tingkat pendapatan rumah tangga. Sedangkan elastisitas pendapatan terhadap penge-luaran untuk listrik menggambarkan perubahan pengeluaran listrik sebagai dam-pak dari perubahan tingkat pendapatan rumah tangga.
Tingkat elastisitas pendapatan ter-hadap penggunaan listrik untuk konsumsi listrik di bawah 30 Kwh pada rumah tangga di perkotaan sedikit lebih besar diban-dingkan dengan rumah tangga di pedesaan. Tingkat elastisitas untuk penggunaan listrik di atas 30 Kwh juga cenderung lebih besar baik untuk rumah tangga di perkotaan maupun di pedesaan. Begitu juga dengan elastisitas untuk total penggunaan listrik pada rumah tangga pengguna listrik dengan daya 450 VA jauh lebih besar dibandingkan dengan elastisitas pada tingkat konsumsi listrik lebih dari 30 Kwh. Secara umum dapat dikatakan bahwa setiap kenaikan pendapatan rumah tangga sebesar 1 % maka tingkat penggunaan listrik juga mengalami kenaikan sebesar 0,53 % (lihat Tabel 7).
Tingkat elastisitas pendapatan terhadap pengeluaran listrik untuk konsumsi listrik di bawah 30 Kwh pada rumah tangga di perkotaan jauh lebih besar dibandingkan dengan rumah tangga di pedesaan. Tingkat elastisitas pendapatan terhadap pengeluaran listrik untuk penggunaan listrik di atas 30 Kwh juga cenderung lebih besar baik untuk rumah tangga di perkotaan maupun di pedesaan.
Tabel 7
Estimasi Elastisitas Pendapatan Rumah Tangga Terhadap Penggunaan Listrik Pada Kelompok Rumah Tangga Pelanggan Listrik PLN Dengan Daya 450 VA

Tempat Tinggal
Estimasi Elastisitas
< 30 Kwh
30 – 60 Kwh
Semua
Jawa
- Perkotaan
- Pedesaan
- Kota & Desa

0,22
0,21
0,25

0,31
0,30
0,34

0,50
0,48
0,55
Luar Jawa
- Perkotaan
- Pedesaan
- Kota & Desa

0,21
0,20
0,24

0,30
0,29
0,33

0,48
0,46
0,53
Indonesia
- Perkotaan
- Pedesaan
- Kota & Desa

0,20
0,19
0,23

0,29
0,28
0,32

0,46
0,44
0,53
Sumber: Susenas 2002, BPS

Tabel 8
Estimasi Elastisitas Pendapatan Rumah Tangga Terhadap Pengeluaran Untuk Listrik Pada Kelompok Rumah Tangga Pelanggan Listrik PLN Dengan Daya 450 VA

Tempat Tinggal
Estimasi Elastisitas
< 30 Kwh
30 – 60 Kwh
Semua
Jawa
- Perkotaan
- Pedesaan
- Kota & Desa

0,40
0,33
0,39

0,45
0,38
0,44

0,51
0,49
0,57
Luar Jawa
- Perkotaan
- Pedesaan
- Kota & Desa

0,35
0,33
0,38

0,40
0,38
0,43

0,50
0,48
0,55
Indonesia
- Perkotaan
- Pedesaan
- Kota & Desa

0,34
0,32
0,38

0,39
0,37
0,43

0,49
0,47
0,55
Sumber: Susenas 2002, BPS

Begitu juga dengan elastisitas pen-dapatan terhadap pengeluaran listrik untuk total penggunaan listrik pada rumah tangga pengguna listrik dengan daya 450 VA jauh lebih besar dibandingkan dengan elastisitas pendapatan terhadap pengeluaran listrik pada tingkat konsumsi listrik lebih dari 30 Kwh. Berdasarkan hasil estimasi (Tabel 8) dapat disimpulkan bahwa setiap ada kenaikan pendapatan rumah tangga sebesar 1% maka pengeluaran untuk listrik juga mengalami peningkatan sebesar 0,55%. Angka ini hampir sama dengan elastisitas pendapatan rumah tangga terhadap penggunaan listrik sebagaimana ditunjukkan pada Tabel 7.

3.2 Dampak Kenaikan Tarif Dasar Listrik
3.2.1 Dampak Kenaikan TDL Terhadap Pendapatan Riil Rumah tangga Golongan Bawah
Restrukturisasi energi merupakan bagian dari proses reformasi ekonomi untuk mendorong pening-katan efisiensi ekonomi nasional. UU Kelistrikan 2002 merupakan imple-mentasi dari restrukturisasi energi di sektor listrik. Dampak restrukturisasi energi bagi industri hilir migas adalah diber-lakukannya harga listrik melalui persaingan yang sehat dan transparan. Dampak nyata dari restrukturisasi tersebut adalah dica-butnya subsidi terhadap listrik yang selama ini mampu menekan harga jual listrik yang dibayar oleh masyarakat.
Penghapusan subsidi listrik berarti harga listrik naik. Penghapusan subsidi listrik ini merupakan strategi dasar yang diamanatkan dalam UU No. 25/2000 tentang propenas 2000-2004. Alasan penghapusan subsidi listrik disamping mencegah subsidi yang salah sasaran, juga dikarenakan biaya produksi yang terus bergerak naik karena adanya sebagian input yang berasal dari luar negeri.
Sekiranya penarikan subsidi listrik untuk masyarakat golongan bawah menye-babkan harga tarif listrik yang harus mereka konsumsi naik sekitar 10 persen, maka dampak dari kenaikan harga listrik tersebut akan menyebabkan income riil rumah tangga buruh tani turun sekitar 1,47 persen dan rumah tangga non pertanian golongan bawah turun 3,47 persen. perubahan harga seluruh komoditi domestik (inflasi) sebesar 0,26 persen. (Lihat dalam tabel 9).

Tabel 9
Dampak Kenaikan Harga Listrik sebesar 10 persen
terhadap Perubahan Pendapatan Riil Rumah tangga Golongan Bawah
(dalam persen)


Golongan Rumah tangga
Dampak
Perubahan Harga
Penggurangan Income Riil

Rumah tangga Buruh Tani

1,50

1,47
Rumah tangga Non Pertanian Golongan Bawah

3,59
3,47

3.2.2 3.2.2 Dampak Kenaikan Harga Listrik Terhadap Seluruh Neraca Transaksi
Hasil dari pengurangan pendapatan riil diatas kemudian dijadikan sebagai vektor pengali matrik multiplier. Dan hasilnya menggam-barkan dampak penarikan subsidi listrik untuk rumah tangga golongan bawah terhadap seluruh transaksi neraca ekonomi.

a. Dampak Kenaikan Harga Listrik Terhadap Sektor Ekonomi
Pengurangan pendapatan riil rumah tangga golongan bawah menyebabkan permintaan terhadap barang dan jasa menjadi berkurang. Sektor ekonomi yang paling banyak terkena dampaknya adalah sektor industri makanan yaitu sebanyak 3,15 persen, kemudian diikuti oleh sektor pertanian tanaman pangan (1,44 persen) dan sektor perdagangan (1,07 persen). Nilai-nilai tersebut menunjukkan besarnya penurunan permintaan yang bisa berdampak pada penurunan produksi.

Tabel 10
Dampak Kenaikan Tarif Listrik Rumah tangga Golongan Bawah
Sebesar 10 Persen Terhadap Sektor Ekonomi
(dalam persen)

Sektor

Pertanian tanaman pangan
1,44
Pertanian tanaman lainnya
0,43
Peternakan dan hasil-hasilnya
0,42
Kehutanan dan perburuan
0,08
Perikanan
0,27
Pertambangan batubara, biji logam dan migas
0,60
Pertambangan dan penggalian lainnya
0,02
Industri makanan, minuman dan tembakau
3,15
Industri pemintalan, tekstil, pakaian dan kulit
0,76
Industri kayu dan barang-barang dari kayu
0,12
Ind. kertas, percetakan, mesin, logam dan ind. lainnya
0,59
Ind. kimia, pupuk, semen, keramik dan logam dasar
1,05
Listrik
0,29
Gas dan Air
0,04
Konstruksi
0,15
Perdagangan, jasa angkutan dan pergudangan
1,07
Restoran
0,78
Hotel
0,32
Lanjutan Tabel 10
Dampak Kenaikan Tarif Listrik Rumah tangga Golongan Bawah
Sebesar 10 Persen Terhadap Sektor Ekonomi
(dalam persen)

Sektor

Perubaha% penurunan n
Angkutan darat
0,73
Angkutan Udara, angkutan air dan komunikasi
0,98
Bank dan asuransi
0,70
Real estate dan jasa perusahaan
0,71
Pemerintahan, js. sosial kemasyarakatan dan rekreasi
0,68
Jasa perorangan dan jasa rumah tangga
0,42



b. Dampak Kenaikan Harga Listrik Terhadap Terhadap Faktor Produksi
Penurunan jumlah produksi sektoral diatas menyebabkan pemakaian faktor produksi menjadi berkurang, hal ini ditunjukan dengan berkurangnya balas jasa faktor produksi. Tabel 11 menunjukan bahwa penerimaan para pemilik modal bisa berkurang sampai 3,52 persen. Dan dari kelompok tenaga kerja, tenaga kerja tata usaha jasa yang paling besar penurunan balas jasanya, yaitu sebesar 1,46 persen.

Tabel 11
Dampak Kenaikan Tarif Listrik Rumah tangga Golongan Bawah
Sebesar 10 Persen Terhadap Faktor Produksi
(dalam persen)


Faktor Produksi


Penurunan Balas Jasa

Tenaga Kerja Pertanian

1,40
Tenaga Kerja Buruh Kasar
1,12
Tenaga Kerja Tata usaha jasa
1,46
Tenaga Kerja Menajerial, profesional
0,28
Modal
3,52


c. Dampak Kenaikan Harga Listrik Terhadap Terhadap Pendapatan Masyarakat
Dampak dari penurusan balas jasa yang diterima oleh faktor produksi pada akhirnya akan menyebabkan berkurangnya pendapatan masyarakat. Kelompok masya-rakat yang paling banyak mengalami penurunan income riil adalah rumah tangga bukan pertanian golongan bawah, yang turun income riilnya sampai 5,26 persen. Jadi jika leberalisasi harga listrik sampai menye-babkan harga listrik untuk masyarakat golongan bawah naik 10 persen, maka income riil golongan rumah tangga ini turun sampai sekitar 5,26 persen. Golongan rumah tangga yang lain, pengurangannya dapat dilihat pada tabel 12. Sedangkan pengu-rangan balas jasa yang diterima perusahaan sekitar 1,46 persen.

Tabel 12
Dampak Kenaikan Tarif Listrik Rumah tangga Golongan Bawah
Sebesar 10 Persen Terhadap Penerimaan Institusi
(dalam persen)


Golongan Rumah tangga


Dampak

Rumah tangga buruh tani

2,42
Rumah tangga pengusaha
0,61
Rumah tangga golongan bawah
5,26
Rumah tangga golongan atas
2,54
Perusahaan
1,46

IV. Simpulan
Berdasarkan hasil-hasil yang disa-jikan diatas ada beberapa kesimpulan, antara lain: Pertama, tingkat pendapatan berkorelasi positif dengan konsumsi listrik baik dari sisi nilai pengeluaran maupun tingkat konsumsi listrik per Kwh-nya. Hal ini ditunjukkan dengan tingkat elastisitas pendapatan ter-hadap penggunaan listrik untuk konsumsi listrik di dengan daya 450 VA pada rumah tangga yang mencapai 0,53 maupun elas-tisitas pendapatan terhadap pengeluaran listrik untuk konsumsi listrik mencapai 0,55.
Kedua, kenaikan TDL ternyata membawa dampak yang negatif terhadap pendapatan riil masyarakat. Setiap upaya liberalisasi harga listrik untuk masyarakat golongan bawah sebanyak 10 persen, menyebabkan income riil rumah tangga buruh tani turun sekitar 1,47 persen dan rumah tangga non pertanian golongan bawah turun 3,47 persen.
Ketiga, secara sektoral, dampak kanaikan harga listrik menyebabkan per-mintaan terhadap sektor industri makanan akan berkurang sebesar 3,15 persen, sektor pertanian tanaman pangan (1,44 persen), dan sektor perdagangan (1,07 persen). Dampak terhadap sektoral tersebut akan mengurangi nilai balas jasa faktor produksi menyebabkan penerimaan para pemilik modal bisa berkurang sampai 3,52 persen. Dan kelom-pok tenaga kerja tata usaha jasa yang paling besar penurunan balas jasanya, yaitu sebesar 1,46 persen.
Keempat, pada akhirnya, kenaikan tarif listrik akan mengurangi pendapatan institusi. Kelompok masyarakat yang paling banyak mengalami penurunan income riil adalah rumah tangga bukan pertanian golongan bawah, yang turun income riilnya sampai 5,26 persen. Sedangkan pengurangan balas jasa yang diterima perusahaan sekitar 1,46 persen.
Sehubungan dengan hasil analisis di atas maka disarankan: Pertama, pemerintah dalam setiap mengambil kebijakan me-naikkan TDL hendaknya dibarengi pula dengan usaha untuk peningkatan lapangan kerja, yang diharapkan akan berdampak pada peningkatan pendapatan masyarakat. Tanpa dibarengi dengan peningkatan pendapatan masyarakat, kenaikan TDL akan berdampak negatif baik penurunan konsumsi listrik karena turunnya income riil masyarakat. Kedua, dalam mengambil kebijakan kenaikan TDL hendaknya pemerintah memper-timbangkan dampaknya yang paling kecil baik terhadap kegiatan ekonomi maupun lapisan masyarakat konsumen PLN.

V. Daftar Pustaka
Pyatt, Graham dan Round, Jeffrey (1985) "SocIal Accounting Matrices: A Basis for Planning," A World Bank Symposium, Washington, D.C.
Sadoulet, Elisabeth and Alain de Janvry (1995), Quantitative Development Policy Analysis, The John Hopkins University Press, Baltimore and London.
----------, PLN Statisitcs 2001.
Singarimbun, Masri dan Efendi, Sofian, (1989), Metode Penelitian Survey, LP3ES, Jakarta.
Sjahrir, (1986), Pelayanan dan Jasa-Jasa Publik: Telaah Ekonomi serta Implikasi Sosial Politik, Prisma 12, 1986.
Ir. Nanan Tribuana, Rasionalisasi Tarif Listrik, tidak diterbitkan.

BATIK,TAHU, DAN TEMPE PUN HARUS KITA PATENKAN

BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG MASALAH
Setelah Gugusan Ambalat diambil oleh Malaysia,akankah kekayaan kita yang lain yang salah satunya berupa kekayaan intelektual seperti lagu “ Rasa Sayange“ dan produk-produk asli dalam negeri lainnya seperti Tahu, Tempe, Batik, Sate, Angklung dan bahkan masakan asli daerah diambil oleh negara lain demi kepentingan Negara tersebut.
Tentu kita sekarang ini telah banyak mendengar isu bahwa lagu Rasa Sayange telah diklaim oleh Malaysia sebagai penunjang kemajuan Pariwisata mereka.Karena kita tahu saat ini Malaysia sedang gencar-gencarnya mempromosikan Pariwisata mereka di lingkup international.Belum lagi produki asli Indonesia seperti tempe,batik,angklung dan bahkan masakan asli daerah Riau yaitu “Rendang” berusaha dipatenkan Malaysia.
TEKNIK PENULISAN
Penyusunan makalah ini menggunakan teknik tinjauan pustaka yaittu menggunakan beberapa literature buku sebagai penunjang penyusunan dan juga mengambil melalui download internet.
MAKSUD DAN TUJUAN
Penyusunan makalah ini bertujuan agar kita sadar pentingnya mematenkan semua hasil karya atau penemuan kiat agar tidak diambil oleh bangsa lain seperti yang sekarang ini marak terjadi banyak produk-produk asli dalam negeri diakui oleh bangsa lain.
Dantentu saja implementasi dari tujuan diatas pada akhirnya adalah agar kita sebagai bangsa Indonesia segera mematenkan semua hasil karya / penemuan kiata agar tidak kecolonngan lagi.














BAB II
PEMBAHASANMungkin kita tidak tahu bahwa di Kuala Lumpur, Malaysia. para pembuat tempe, tahu, dan juga batik kebanyakan pendatang dari Indonesia, tepatnya dari Pekalongan. Walau berskala UKM (Usaha Kecil Menengah), namun produk mereka ramai dibeli orang Malay, termasuk komunitas Indonesia yang mukim di sana. Di Malaysia, tiap produk yang dikemas wajib dipatenkan. Dan untuk mendapatkan hak paten tersebut, amatlah mudah dengan birokrasi yang tak berbelit-belit. Semua online. Misal Anda mau mematenkan Tempe Merk "Java", lalu dicek di database ternyata belum ada yang mengklaim, Anda bisa langsung dapat hak paten atas merk tersebut. Tentu saja database tersebut tidak bisa me-link data dari Indonesia yang birokrasinya serba tertutup dan amburadul. Mungkin juga data paten belum di-on-line-kan.Sekarang ini sering sekali kita menjumpai munculnya berita di Televisi bahwa lagu Rasa sayange sedang marak dibicarakan.Padahal mungkin sebelumnya kita tidak mengetahui banyak tentang lagu itu seperti sejarah,asal,dan pencipta lagu tersebut.Sementara itu produk-produk seperti tempe,tahu,dan batik yang mungkin kita juga tidak mengetahui banyak tentang produk-produk tersebut.Jelas sudah bahwa tempe,tahu,dan batik adalah produk asli bangsa Indonesia.Tahu dan tempe merupakan produk makanan asli dari Jawa Tengah.Hal ini mungkin bisa kita lihat dengan banyaknya produk makanan yang berasal atau berbahan dasar dari tempe.Dan batik jelas merupakan produk asli Jawa Tengah juga yang bias kita jumpai di Solo ,Pekalongan, Semarang,Troso dan kota lain.Pengertian Dasar
Sebelum membicarakan paten lebih jauh kita perlu mendefinisikan beberapa istilah yang akan digunakan dalam tulisan ini. Hal ini bertujuan untuk menyamakan pendapat agar tidak menimbulkan salah pengertian.
Yang dimaksud dengan paten adalah hak khusus yang diberikan oleh Negara kepada penemu atas hasil penemuannya di bidang teknologi, untuk selama waktu tertentu melaksanakan sendiri penemuannya tersebut atau memberikan persetujuannya kepada orang lain untuk melaksanakannya.
Dalam buku Dr. Munir Fuadi,S.H,M.H,LL.M karangan Dr. Munir Fuadi,S>H,M.H,LL.M hak paten adalah suatu hak khusus yang diberikan oleh Negara yang eksklusif yang berupa penemuan baru yang dapat dierapkan dalam bidang perindustrian,yang diberikan Negara kepada penemunya atas hasil temuannya di bidang teknologi selama waktu tertentu untuk melaksanakan sendiri penemuannya tersebut atau memberikan persetujuan kepada orang lain untuk melaksanakannya.
Sedangkan yang dimaksud dengan Teknologi menurut Richard Burton Simatupang ,S.H dalam buku Aspek Hukum dalam Bisnis adalah ilmu pengetahuan yang diterapkan dalam proses industri dan biasanya lahir atau ditemukan melalui kegiatan penelitian dan pengembangan( Research and development ).
Dan kita tahu bahwa tempe merupakan hasik temuan dari fermentasi kedelai yang tentu saja penemuan ini bermanfaat dalam bidang perindustrian karena tempe memliki sifat komersil.
Penemuan adalah kegiatan pemecahan masalah tertentu di bidang teknologi, yang dapat berupa proses atau hasil produksi atau penyempurnaan dan pengembangan proses atau hasil produksi.
Penemu adalah seorang yang secara sendiri atau beberapa orang yang secara bersama-sama melaksanakan kegiatan yang menghasilkan penemuan.
Pemegang paten adalah penemu sebagai pemilik paten atau orang yang menerima hak tersebut dari pemilik paten atau orang lain yang menerima lebih lanjut hak dari orang tersebut di atas, yang terdaftar dalam Daftar Umum Paten.
Suatu penemuan dianggap baru, jika pada saat pengajuan permintaan paten penemuan tersebut tidak sama atau tidak merupakan bagian dari penemuan terdahulu. Penemuan terdahulu adalah penemuan yang :
Pada saat tanggal pengajuan permintaan paten, atau
Pada saat sebelum tanggal penerimaan paten telah diumumkan di Indonesia atau di luar Indonesia dalam suatu tulisan yang memungkinkan seorang ahli untuk melaksanakan penemuan tersebut, atau telah diumumkan di Indonesia dengan penguraian lisan atau melalui peragaan penggunaannya atau dengan cara lain yang memungkinkan seorang ahli untuk melaksanakan penemuan tersebut.
Paten tidak diberikan untuk :
Penemuan tentang proses atau hasil produksi yang pengumuman dan penggunaan atau pelaksanaannya bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, ketertiban umum atau kesusilaan.
Penemuan tentang metode pemeriksaan, perawatan, pengobatan dan pembedahan yang diterapkan terhadap manusia dan hewan, tetapi tidak menjangkau produk apapun yang digunakan atau berkaitan dengan metode tersebut.
Penemuan tentang teori dan metode di bidang ilmu pengetahuan dan matematika.
Jangka waktu paten
Paten diberikan untuk jangka waktu selama dua puluh tahun terhitung sejak tanggal penerimaan permintaan paten. Tanggal mulai dan berakhirnya jangka waktu paten dicatat dalam Daftar Umum Paten dan diumumkan dalam Berita Resmi Paten.
Hak khusus pemegang paten
Pemegang paten memiliki hak khusus untuk melaksanakan paten yang dimilikinya, dan melarang orang lain yang tanpa persetujuannya :
dalam hal paten produk : membuat, menjual, mengimpor, menyewakan, menyerahkan, memakai, menyediakan untuk dijual atau disewakan atau diserahkan hasil produksi yang diberi paten;
dalam hal paten proses : menggunakan proses produksi yang diberi paten untuk membuat barang dan tindakan lainnya sebagaimana dimaksud dalam (a).
Pengumuman permintaan paten
Kantor paten mengumumkan permintaan paten yang telah memenuhi ketentuan (pasal 29 dan pasal 30 UU No. 13/1997) serta permintaan tidak ditarik kembali. Pengumuman dilakukan :
 Delapan belas bulan setelah tanggal penerimaan permintaan paten;atau
 Delapan belas bulan setelah tanggal penerimaan permintaan paten yang pertama kali apabila permintaan paten diajukan dengan hak prioritas.
 Pengumuman dilakukan dengan mencantumkan :
nama dan alamat lengkap penemu atau yang berhak atas penemuan dan kuasa apabila permintaan diajukan melalui kuasa
judul penemuan
tanggal pengajuan permintaan paten atau dalam hal permintaan paten dengan hak prioritas:tanggal, nomor dan negara di mana permintaan paten yang pertama kali diajukan
abstrak
klasifikasi penemuan
gambar (bila ada)
Berakhirnya paten
Suatu paten dapat berakhir bila :
Selama tiga tahun berturut-turut pemegang paten tidak membayar biaya tahunan, maka paten dinyatakan batal demi hukum terhitung sejak tanggal yang menjadi akhir batas waktu kewajiban pembayaran untuk tahun yang ketiga tersebut.
Tidak dipenuhinya kewajiban pembayaran biaya tahunan berkaitan dengan kewajiban pembayaran biaya tahunan untuk tahun kedelapan belas dan tahun-tahun berikutnya, maka paten dianggap berakhir pada akhir batas waktu kewajiban pembayaran biaya tahunan untuk tahun yang kedelapan belas tersebut.
Hak menggugat
Jika suatu paten diberikan kepada orang lain selain daripada orang yang berhak atas paten tersebut, maka orang yang berhak atas paten tersebut dapat menggugat ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat agar paten tersebut berikut hak-hak yang melekat pada paten tersebut diserahkan kepadanya untuk seluruhnya atau untuk sebagian ataupun untuk dimiliki bersama.
Hambatan mengenai Paten di Indonesia
Dalam hal paten di Indonesia emeang benyak sekali memiliki hambatan,antara lain adalah :
a. Kurangnya tingkat kesadaran masyarakat tentang hak paten
b. Birokrasi mengenai hak paten di Indonesia yang rumit dan berbelit-belit.
c. Sulitnya kita menunjukkan bukti atau fakta fisik,konkrit seperti penemu barang tersebu dan bukti-bukti lain.
Secara khusus dalam hal tahu tempe ini mungkin kita tidakn bisa memperliahtkan siapa penemu dari tahu tempe untuk pertama kalinya
DAMPAK POSITIF UU PATEN BAGI DUNIA BISNIS DI INDONESIA
Undang-undang mengenai paten nasional yang telah ada sejak tahun 1989 mampu memberikan suatu manfaat bagi dunia bisnis di tanah air, karena dengan adanya UU paten ini akan terdapat kejelasan hukum bagi penemuan-penemuan yang dilakukan oleh seseorang. Dengan makin banyaknya penemuan, maka terbukalah kesempatan bagi dunia bisnis untuk menciptakan produk-produk baru ataupun proses-proses baru yang mampu meningkatkan mengefisienkan operasi perusahaan sehingga dapat memaksimumkan profit perusahaan.
Pembentukan pusat riset di perusahaan
Dengan adanya UU paten, memungkinkan perusahaan untuk mendirikan suatu pusat riset untuk menghasilkan penemuan-penemuan baru. Perusahaan-perusahaan akan berlomba-lomba untuk menghasilkan penemuan-penemuan baru agar ia mampu bersaing dengan perusahaan-perusahaan lain. Perlombaan ini tentu saja memberikan manfaat bagi masyarakat karena masyarakat akan selalu memperoleh produk baru dengan harga yang terjangkau.
Dengan adanya pusat riset ini, maka akan menambah kesempatan kerja, karena pusat riset ini memerlukan banyak tenaga kerja, misalnya saja untuk posisi peneliti, staf administrasi, dan sebagainya. Hal ini kembali akan menguntungkan bagi masyarakat.
Bila setiap perusahaan telah memiliki suatu pusat riset, tidaklah mengherankan bila suatu saat kita akan memiliki pusat riset yang sangat baik seperti yang terdapat di Amerika Serikat, yaitu misalnya :
Bell Labs : telah menghasilkan transistor, sistem operasi UNIX.
IBM Research Labs : telah menghasilkan mikroprosesor yang terbuat dari tembaga.
Xerox Palo Alto Research Center : telah menghasilkan ide mengenai Graphical User Interface, mouse komputer, mesin foto kopi.
Beberapa bidang usaha yang dipengaruhi paten
Berikut ini akan diuraikan mengenai beberapa bidang usaha yang akan memperoleh keuntungan dengan adanya UU paten nasional.
a. Konsumsi
Bangsa Indonesia adalah bangsa yang besar, yang terdiri dari berbagai suku bangsa. Setiap suku bangsa memiliki bahasa dan makanan khasnya masing-masing. Keanekaragaman makanan khas ini bila dimanfaatkan secara optimal akan sangat menguntungkan.
Bilamana untuk setiap makanan khas tersebut sseperti tahu,tempe,sate,dan rendang dibuatkan paten (yang disesuaikan agar tidak sama dengan makanan khas aslinya) maka kita mungkin akan dapat memiliki restoran-restoran waralaba yang mampu bersaing dengan restoran-restoran waralaba dari luar negeri, seperti misalnya Kentucky Fried Chicken, PizzaHut, Burger King, dan sebagainya.
Paten tersebut dapat diterapkan untuk proses pengolahan makanannya, namun demikian agar proses pengolahan makanan ini dapat dipatenkan, ia haruslah tidak sama dengan proses pengolahan makanan aslinya. Misalnya saja bila dalam proses pengolahan makanan aslinya hanya menggunakan dua belas bahan, maka dalam proses pengolahan makanan yang dipatenkan kita dapat mengurangi ataupun menambah jumlah bahan yang akan diolah tersebut.
b. Kerajinan
Suatu paten dapat pula diterapkan untuk produk-produk kerajinan, misalnya kerajinan ukiran, kursi, batik, dan sebagainya. Paten tersebut misalnya mengenai model (pola), bahan, ataupun teknik khusus yang digunakan dalam pembuatan kerajinan tersebut. Dengan adanya paten ini, maka perusahaan-perusahaan Indonesia mampu lebih berperan di dunia internasional, sehingga tidak terjadi bahwa produk yang hanya ada di Indonesia, namun patennya dipegang oleh negara lain, misalnya paten untuk rotan Indonesia dipegang oleh Jerman dan Singapura.
c. Industri komputer
Dalam era informasi saat ini, maka kemajuan dalam bidang teknologi komputer (perangkat keras dan perangkat lunak) sangatlah berperan. Untuk saat ini suatu negara yang mampu menguasai teknologi ini akan memiliki peluang yang lebih besar untuk memperoleh pendapatan tinggi. Untuk dapat memajukan bidang ini, adanya kepastian hukum tentang produk ataupun proses sangatlah diperlukan.
Dengan telah dikeluarkannya UU tentang paten nasional, maka negara Indonesia berpeluang untuk menghasilkan sejumlah produk atau proses unggulan di bidang teknologi komputer.
Kemampuan bangsa Indonesia di bidang ini (perangkat lunak komputer) tidak perlu diragukan lagi. Karena pada saat negara tetangga lain belum menguasainya, kita telah mampu menguasainya. Sebagai contoh pada sekitar tahun 1980-an, di Indonesia telah berhasil dibuat sebuah program komputer yang sekelas dengan program Norton Utilities (program utilitas komputer yang sangat populer) yang ada pada saat itu. Namun oleh karena belum adanya UU paten, maka program tersebut tidaklah mampu memberikan pendapatan kepada pembuatnya. Mereka yang memerlukan program tersebut hanya perlu menuliskan perintah penyalinan untuk memperoleh program tersebut tanpa membayar, yaitu perintah COPY (untuk sistem operasi DOS).
Dengan adanya paten, diharapkan situasi seperti yang disebutkan di atas, tidak lagi ada, karena hal ini akan sangat merugikan bagi kemajuan bangsa Indonesia. Sebab bila hal tersebut berlanjut, bukan tidak mungkin, orang-orang yang memiliki kemampuan di bidang teknologi komputer ini akan berpindah ke negara yang lebih menghargai hasil karyanya, misalnya saja Amerika Serikat, ataupun bila ia tidak pindah ke negara lain, ia akan menggunakan kepandaiannya untuk hal-hal yang tidak produktif, misalnya membuat virus komputer.
Sedang untuk bidang perangkat keras komputer, saat ini kita telah memiliki produk-produk yang memiliki kualitas yang baik dan telah diakui dunia internasional misalnya monitor komputer. Dengan adanya UU paten, kita mungkin akan dapat menghasilkan inovasi-inovasi baru yang akan lebih mampu memberi nilai tambah kepada produk-produk yang kita hasilkan, sehingga kita tidak lagi berperan sebagai perakit, namun lebih kepadaperancang.










BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Adanya perkembangan kehidupan yang berlangsung cepat, utamanya di bidang ekonomi, mendorong semakin diperlukannya pemberian perlindungan hukum yang semakin efektif terhadap Hak Atas Kekayaan Intelektual, khususnya di bidang paten.
Dengan adanya UU tentang Paten Nasional maka akan mewujudkan iklim yang lebih baik bagi tumbuh dan berkembangnya kegiatan penelitian yang menghasilkan penemuan dan pengembangan teknologi yang sangat diperlukan dalam pelaksanaan pembangunan nasional. Sehingga bukan tidak mungkin, bila suatu saat kita akan memiliki lembaga-lembaga riset yang memiliki reputasi internasional, seperti yang dimiliki oleh Amerika Serikat, yaitu Bell Labs. (kini Luscent Technologies), IBM Thomas J. Watson Research Lab.Birokrasi paten mematen harus segera dibenahi. Wajib online, sehingga masyarakat dapat mengaksesnya tanpa harus mondar-mandir ke kantor Dirjen Paten! Kalau tidak, negeri ini akan terus terpuruk.... Begitu juga kalau Anda punya lagu-lagu, karya cipta seni, film, lukisan, buku dan lain sebagainya, wajib dipatenkan. Pendeknya, Malaysia sudah menerapkan birokrasi yang modern, sedangkan Indonesia masih model barbar karena mau KKN terus.
SARAN
Adanya UU tentang paten nasional juga perlu dibarengi kemauan dan kemampuan aparat dalam menegakkan UU tersebut sehingga apa yang ingin dicapai oleh UU tersebut dapat terlaksana.
Dalam UU tentang paten nasional perlu pula mencakup mengenai hukuman dan sanksi bagi pihak-pihak yang melanggar UU tersebut.




DAFTAR PUSTAKA
Fuadi Munir,Pengantar Hukum Bisnis,Bandung,PT. Citra Aditiya Bakti:2005
Simatupang,R.Burton,Aspek Hukum dalam Bisnis,Jakarta,PT.Rineka Cipta:2003
www.google.com,hak paten:2007

“PENTINGYA HAK MEREK DARI SISI HUKUM DAN BISNIS “

MAKALAH MATA KULIAH ASPEK HUKUM BISNIS
“PENTINGYA HAK MEREK DARI SISI HUKUM DAN BISNIS “
Dosen : Bp. Miftah Arifin, S.H,M.H













Penyusun :

1. SITI MUNFAIZAH / 0520000
2. RANI PUSPITA SARI / 0510000
3. NURLIYANA / 0520000
4. IWAN SUNARYO / 0520000
5. AHMAD LUTFI / 0510000

SEKOLAH TINGGI ILMU EKONOMI NAHDLATUL ULAMA
STIENU JEPARA

KATA PENGANTAR
Puji syukur tidak lupa penyusun ucapkan kepada Allah SWT,karena hanya dengan ridlonya kami dapat menyelesaikan tugas pembuatan makalah dengan judul “ PENTINGNYA MEREK DARI SISI HUKUM DAN BISNIS “
Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada semua pihak yang telah membantu dalam pembuatan makalah ini
Akhirnya kami berharap penulisan makalah ini dapat memberikan manfaat bagi kita semua,paling tidak dapat menambah wawasan pentingnya hak kepemilikan merek atas suatu produk baik barang maupun jasa.Apalagi melihat kondisi lingkungan sekitar kita khususnya di Jepara adalah banyak trdapat produk-produk meubel yang dapat di Ekspor ke mancanegara namun sebagian lemah dalam hal hak kepemilikan merek.

Jepara,02 November 2007
Penulis
























DAFTAR ISI
Sampul dalam i
Kata Pengantar ii
Daftar isi iii
BAB I PENDAHULUAN 1
BAB II PEMBAHASAN 3
BAB III PENUTUP 7
DAFTAR PUSTAKA 8






























BAB I. PENDAHULUAN

LATAR BELAKANG MASALAH
Penulisan makalah ini didasari atas keprihatinan kita terhadap fenomena munculnya berbagai produk dengan merek yang bisa dikatakan “ Jiplakan “ dan bahkan merek–merek yang benar-benar palsu.Hal ini tentunya sangat merugikan kita sebagai konsumen dan juga dai sisi produsen.
Tentunya bukanlah perkara yang sulit untuk menemukan produk-produk tersebut.Produk-produk yang paling mudah kita jumpai saat ini misalnya produk-produk rokok,sepeda motor,celana,spare part kendaraan dan handphone,dan lain-lain.Banyak produk rokok kelas teri atau kelas bawah yang saat ini muncul secara jelas dari nama,desain kemasan dan lambing meniru produk-produk rokok besar yang sudah terdaftar.Motor-motor buatan cina pun tak ketinggalan membanjiri pasaran otomotif di tanah air yang secara gamblang mengadopsi produk-produk jepang, yang laku keras dipasaran.Sedangkan spare part baik kendaraan bermotor dan handphone sekarang mudah kita dapatkan mulai dari outlet-outlet kecil sampai yang besar.
Salah satu kasus yang muncul adalah kasus pelanggaran hak merek yang sedang ditangani oleh POLRES Purwakarta.Polres Purwakarta hingga saat ini masih terus memeriksa beberapa orang saksi, untuk dimintai keterangannya mengenai dugaan pelanggaran hak cipta dan hak merek yang dilakukan dealer PT T S yang menjual sepeda motor merek T.
Pemeriksaan tersebut, terkait dengan laporan pengaduan dari PT Astra Honda Motor (AHM) atas dugaan tindak pidana penggunaan hak cipta "Supra" dan hak merek "Karisma" milik PT AHM yang dilakukan oleh dua dealer PT TS di Purwakarta yakni Dealer PT Mega U TM dan Dealer TNM di Jln. Veteran Purwakarta. Laporan pengaduan itu dilakukan oleh Dody Leonardo Joseph, staf hukum PT AHM kepada Polres Purwakarta dengan surat penerimaan laporan No. Pol. STPL/323/K/XI/2004/SPK pada Senin, 29 September 2007.Dealer-dealer tersebut menjual motor Tosa dengan stiker “Supra” dan “karisma”.
Dealer Mega UTM. Dari hasil penggeledahan itu, terdapat 21 sepeda motor Tossa yang diduga melanggar hak cipta dan hak merek yang dimiliki PT AHM, masing-masing 18 unit "Supra" dan 3 unit "Karisma".
B. MASKUD DAN TUJUAN PENULISAN
Penulisan makalah ini bertujuan paling tidak dapat memberikan tambahan wawasan tentang pentingnya merek suatu produk.Baik dari sisi kita sebagai konsumen agar teliti dalam membeli dan menggunakan suatu produk.Suatu produk yang tidak asli tersebut tentunya diragukan dari segi kualitas dan keamanannya.Sedangkan dari segi kita sebagai seorang produsen bahwa pentingya suatu hak merek jika kita memproduksi suatu produk.Karena hak merek ini jika sudah terdaftar dan di patenkan akan mempunyai nilai bisnis atau komersil dan nilai kekuatan hukum.Artinya merek ini dapat dijual kepada orang lain atas persetujuan kita atau sering disebut dengan Licensi.Sepreti Coca-cola,KFC,dan produk-produk dari Amerika Serikat lainnya.mungkin kita tidak menyadari bahwa coca-cola,sprite,fanta yang kita minum adalah produk buatan ungaran.hal ini terjadi karena produsen dalam negeri sudah mendapatkan licensi dari Produsan Asli asal produk tersebut yaitu dari Amerika Serikat.

















BAB II
PEMBAHASAN
Merek merupakan salah satu dari hak kekayaan intelektuaal manusia yang sangat penting terutama dalam menjaga persaingan usaha yang sehat maka perlu diatur dalam suatu undang-undang yang khusus mengatur hal tersebut.
Produk-produk sepeda motor misalnya yang merek,namanya hampir sama dengan produk yang sudah ada lebih dahulu.Dan bahkan desainnya pun sama dengan produk asli.Tengok saja produk-produk seperti Tossa,Sanek,Jincheng,Supra jet,KTM dan lain-lain yang membanjiri pasar otomotif di Indonesia.Mudahnya produk yang mungkin bisa dikatakan “Bajakan” ini memasuki pasar dipengaruhi beberapa hal antara lain dari segi harga yang sangat murah dan terjangkau.Apalagi hal ini didukung oleh munculnya dealer-dealer motor yang memberikan kemudahan proses penjualan terutama melalui kredit.
Seperti kasus diatas ,PT Astra Honda Motor merasa bahwa produk mereka yaitu Supra dan Karisma telah dibajak oleh dealer Mega UTM dan Dealer TNM di Jln. Veteran Purwakarta.
A.PENGERTIAN DASAR
Dalam Pasal 1 undang-undang Nomor 15 Than 2001 yang menggantikan Undang-undang Nomor 19 tahun 1992,merek adalah tanda yang berupa gambar,nama,kata,huruf,angka-angka,susunan warna,atau kombinasi dari unsur-unsur yang memiliki daya pembeda dan digunakan dalam kegiatan perdangan barang atau jasa.
Pengertian tersebut sama dengan pengertian merek dalam buku Pengantar Hukum Bisnis karangan Dr.Munir Fuadi,S.H,M.H,LL.M.Sedangkan merek meliputi 2hal yaitu merek dagang dan merek jasa.Merek dagang adalah merek yagn digunakan pada barang yang diperdagangkan oleh seseorang atau beberapa orang secaa bersama-sama- atau baan hukum untuk membedekan dengan barang-barang sejenisnya.Sementara merek jasa adalah merek yang digunakan pada jasa yang diperdagangkan oleh seseorang atau beberapa orang secara bersama-sama- atau badan hukum untuk membedakan dengan jasa-jasa sejenis lainnya.
Dalam buku ASPEK HUKUM BISNIS (Richard B.Simatupang) Hak atas suatu merek adalah hak eksklusif yang diberikan oleh Negara kepada pemilik merek yang terdaftar dalam Dafar Umum Merek untuk jangka waktu tertentu dengan menggunakan sendiri atau memberikan ijin kepada pihak lain untuk menggunakannya.Hal ini bisa kita lihat seperti pada produk-produk dari Amerika Serikat seperti coca-cola,KFC,CFC, dan lain-lain.
Tetapi tidak semua merek dapat didaftarkan yaitu jika :
a. bertentangan dengan perundang-undangan yang berlaku,moralitas,agama,kesusilaan, atau ketertiban umum.
b. Tidak memiliki daya pembeda
c. Telah menjadi milik umum.misalnya tanda tengkorak diatas tulang yang bersilang yang secara umum telah diketahui sebagai tanda bahaya.
d. Merupakan keterangan atau berkaitan dengan barang atau jasa yang dimohonkan pendaftarannya.Misalnya merek Kopi untuk jenis barang kopi atau produk kopi.
e. Memiliki kesamaan pada pokoknya atau keseluruhan dengan merek pihak lain yang sudah terdaftar terlebih dahulu.
f. Merupakan atau menyerupai nama orang terkenal,foto,atau nama badan hukum yang dimiliki orang lain kecuali atas persetujuan orang dari yang berhak.
Menurut keputusan Menteri Kehakiman RI nomor :M.03-HC.02.01. Tahun 1991 disebutkan bahwa yang dimasud dengan merek terkenal adalah merek dagang yang secara umum telah dikenal dan dipakai pada barang yang diperdagangkan oleh seseorang atau badan hukum,baik diwilayah Indonesia maupun luar negeri.
Dengan adanya SK Menteri Kehakiman tersebut merupakan perlindungan hukum yang jitu untuk perlindungan merek-merek terkenal milik orang lain.contohnya merek terkenal seperti Piere Cardin,Sony,Hitachi,,atau merek lainnya yang jelas merupakan merek yang pasti telah diketahui oleh masyarakat.
PROSES PENDAFTARAN MEREK
Permohonan pendaftaran merek diajukan secara tertulis dengan menggunakan bahasa Indonesia kepada Ditjen HAKI dengan mencantumkan hal-hal seperti :
a. tanggal,bulan,dan tahun.
b. Nama lengkap,kewarganegaraan,dan alamat pemohon.
c. Nama lengkap dan alamat kuasa apabila permohonan diajukan menggunakan kuasa.
d. Warna-warna apabila merek yang dimohonkan menggunakan warna.
e. Nama Negara dan tanggal permintaan merek pertama kali dalam hal permohonan diajukan dengan hak prioritas.Hak priorotas dalam hal merek sama dengan pengertian hak prioritas dalam paten dan permohonannya harus diajukan dalam waktu paling lama 6 bulan terhitung sejak tanggal penerimaan permohonan pendaftaran merek pertama kali diterima di Negara lain,yang merupakan anggota Paris Convention for the Protection of Industrial Property atau anggota Agreement Astablising the Worls Trade Organitation.
Selanjutnya dalam waktu 10 (sepuluh) hari terhitung sejak tanggal disetujuinya permohonan untuk didaftar.Ditjen HAKI akan mengumumkan permohonan tersebut dalam Berita Resmi Merek.Pengumuman tersebut akan berlangsung selama 3(tiga) bulan yang dilakukan dengan menempatkan pada sarana khusus yang dengan mudah serta jelas dapat dilihat oleh masyarakat misalnya internet.
PENGALIHAN HAKA ATAS MEREK
Pengalihan Hak atas merek terdaftar dapat beralih atau dialihkan akrena beberapa hal :
a. pewarisan
b. wasiat
c. hibah
d. perjanjian
e. atau sebab-sebab lain yang dibenarkan oleh perundang-undangan misalnya kepemilikan merek karena pembubaran badan hukum yang semula pemilik merek.
Pengalihan ini prosesnya sama dengan mendaftarkan merek untuk pertama kali.
NILAI MEREK DARI SISI BISNIS
Dari sisi bisnis suatu merek yang sudah daftarkan memiliki nilai komersil dan nilai jual tersendiri.Suatu merek yang sudah terkenal meiliki nilai tersendiri di benak konsumen artinya merek tersebut memilik daya jual yang tinggi.Terlebih pada produk-produk makan cepat saji ala Amerika Serikat dan produk minuman ringan seperti Coca cola sebenarnya adalah produk dalam negeri sendiri tetapi telah mendapatkan lecensi dari produsen aslinya.Secara singkat mereka membeli nama atau merek tersebut dari pihak lain tetapi tentu saja dengan persyaratan dan ketentuan yang sudah ditentukan.Misalkan membayar kepada pemilik hak merek tersebut dan memenuhi standar kualitas yang sudah ditentukan produsen asal.Karena jika standar kualitas ini tidak dipenuhi dukuatirkan akan menurunkan citra dari merek asal tersebut.
Sementara itu seseorang atau badan hukum yang telah mendapatkan lisenci berhak menggunakan merek tersebut dalam kegiatan perdagangan.
NILAI HAK MEREK DARI SISI HUKUM
Pemilik hak merek terdaftar dapat mengajukan gugatan kepada pihak lain yang secara jelas menggunakan merek yang mempunyai persamaan pada pokonya atau keseluruhannya untuk barang atau jasa yang diajukan kepada Pengadilan Niaga seperti yang dilakukan ole PT>Astra Honda Motor atas pelanggaran hak merek mereka atas motor “Supra” dan “karisma” yang berupa :
a. gugatan ganti rugi, dan atau
b. penghentian semua perbuatan yang berkaitan dengan penggunaan merek tersebut.

















BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Hak milik kekayaan intelektual merupakan suatu hak kebendaan yang syah dan diakui oleh hukum atas benda tidak bergerak,tidak berwujud berupa kekayaan/kreasi intelektual,yang salah satunya adalah hak merek.Maka pentinglah untuk segera memberi dan mendaftarkan merek suatu produk yang kita hasilkan.Namun hendaklah berhati-hati dalam memberikan merek,artinya jangan sampai merek tersebut menyerupai pokok merek pihak lain yang sudah terdaftar karena akibatnya akan berhubungan dengan hukum.
B. KRITIK DAN SARAN
Dalam penyusunan makalah ini penyusun menyadari masih banyak terdapat kekurangan baik dalam hal pemakaian bahasa,pemilihan kata,penyajian,atau bahkan materi.Maka dari itu kritik dan saran sangat penyusun harapkan demi perbaikan dalam penulisan-penulisan selanjutnya.












DAFTAR PUSTAKA
Fuadi Munir,Pengantar Hukum Bisnis,Bandung,PT. Citra Aditiya Bakti:2005
Simatupang,R.Burton,Aspek Hukum dalam Bisnis,Jakarta,PT.Rineka Cipta:2003